Image: vedma.com |
ApabiIa
Anak Adam meninggal, terputuslah semua Iaku perbuatannya,kecuali tiga perkara:
sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.
(HR Muslim)
ANAKKU, salah satu hal yang ayah syukuri dari
buuaaaanyak kenikmatan yang Allah berikan kepada ayah adalah ayah punya tangan.
Ya, ayah diberi Allah tangan yang multifungsi untuk mendampingi tumbuh
kembangmu. Saat dirimu terlahir, tangan ayah yang berotot, yang biasa dipakai
untuk menempeleng bola volly, olahraga kesukaan ayah, tiba-tiba tangan ayah
dilembutkan Allah dengan gerakan kasih sayang begitu amat lembut dan penuh
kehati-hatian. Ya, itulah keajaiban yang ayah takjubi. Menghadapi tubuh bayimu,
sejenak ayah memang canggung khawatir memegangmu terlalu kuat. Namun, sejurus
kemudian, ayah bisa menguasai keadaan. Ayah belajar supercepat dan begitu
cerdas. Tiba-tiba ayah ”berani” memandikanmu, membasuh tubuhmu dengan sabun
lembut, mengusap-usap rambutmu, menyeka dengan handuk, memakaikan baju bayimu,
memberi selimut dan memberikannya pada bundamu agar engkau segera menyusu
dengan lahap.
Keberanian ayah makin menjadi-jadi saja, makin
cekatan, karena ayah didorong rasa cinta yang begitu besar padamu. Tak hanya
memandikan, saat kamu muntah karena kenyang minum susu bunda, pipis dan berak,
perasaan ayah tiba-tiba tersihir, tak lagi punya perasaan jijik sedikit pun.
Sambil bernyanyi kecil, ayah mengganti popokmu, membersihkanmu, membedakimu
agar kamu bisa tidur kembali bersama mimpi-mimpimu dengan nyaman. Ya tangan
ayah memang multifungsi meski tak se-ajaib tangan bundamu yang super istimewa
dalam merawatmu.
Lengan ayah menjadi tempat ayunanmu setiap sebelum
berangkat kerja, sore hari pulang kerja, dan malam hari ketika kamu mencoba
"begadang malam”. Ya, lengan ayah tempatmu bermanja-manja setelah engkau
puas menikmati hidangan cinta air susu bundamu. Lengan ayah juga yang
mendekapmu saat kamu sakit sambil berdendang shalawat Nabi, berharap kamu bisa
istirahat agar kesehatanmu pulih kembali, ceria kembali.
Tangan ayah yang memberimu semangat saat kamu
belajar berjalan, memapahmu perlahan, menjadi pegangan titian jalanmu, cekatan
sekali jika kamu terjatuh, ayah akan menolongmu dan memastikanmu baik-baik saja
dalam belajar berjalan. Tepukan ayah keras sekali ketika melihatmu berhasil
melangkahkan kaki-kaki mungilmu yang sempoyongan untuk segera didekap bunda.
Ayah memijit-mijit lembut kakimu yang kamu selonjorkan setelah latihan
berjalan. Dalam hati, ayah berdoa agar perjalananmu dalam menempuh kehidupan
senantiasa berada di jalur-jalur kebaikan dan kerahmatan.
Juga saat engkau mulai belajar naik sepeda. Tangan
ayah memegangi sepeda agar tak oleng, sambil berlarian kecil di belakangmu
untuk memberi kepastian agar keseimbangan sepedamu tidak oleng dan terjatuh.
Kamu berteriak riang melajukan sepedamu dan ayah harus berlari makin kencang
mengejarmu. Ayah melambaikan tangan untukmu, bertepuk tangan, dan merengkuhmu
kembali jika kamu kecapekan.
Tangan ayah pula yang membopongmu saat kamu
dikhitan, mendekapmu agar kamu tak terlalu kesakitan, menggendongmu ke kamar
mandi, merawat luka khitanmu dengan hati-hati agar kamu tak didera rasa sakit
berlebihan. Menyeka air matamu kalau kamu tak kuat menahan rasa sakit,
memberimu obat, dan membalut kembali luka khitanmu. Meski tak sekolah
keperawatan, tangan ayah tak kalah hebat dengan perawat-perawat profesional di
rumah sakit terkenal sekalipun karena tangan ayah punya rasa, sebuah rasa yang
peka pada sakitmu.
Ayah bersyukur sekali diberi Allah tangan yang
multifungsi: bisa untuk pekerjaan kasar menggergaji rotan untuk tempat tidurmu,
juga menggergaji kaki tempat hdur agar kamu yang mulai banyak ringkah itu tak
terjatuh dan tempat tidur. Ya pekerjaan kasar tangan ayah mampu, juga pekerjaan
lembut saat mengurusumu. Motorik kasar dan lembut menjadi variasi tangan ayah.
Bahkan tangan ayah juga sigap menghunus pedang, menjagamu kalau ada tanda-tanda
berbahaya yang mendekat ke rumah kita. Maklum nak, kamu terlahir dalam situasi
konflik perang antarsuku di negeri ini, begitu juga adikmu yang juga terlahir
dalam Situasi krisis sehingga banyak orang yang gelap mata. Ayah punya pedang
panjang untuk menjagamu. Anakku, sungguh ayah mencintaimu lebih dari yang
engkau tahu.
Tangan ayah yang pegang kemudi kemana saja kamu ingin
berjalan-jalan, mengantarmu ke rumah sakit, menuntunmu ke masjid, menggendongmu
ke Taman Pendidikan Quran, dan mengantarmu ke sekolah. Tangan ayah juga yang
mengangkat koper besarmu ke pesantren, memelukmu erat ketika kamu gelisah
dengan sekolahmu, tangan ayah yang acungkan jempol ketika kamu mulai bisa
mengatasi persoalan-persoalanmu. Ayah sediakan tangan ini untukmu...
Kelak jika waktunya tiba, ketika tangan ayah sudah
bisa tak bisa lagi digerakkan dan membujur kaku, jika boleh berharap, tangan
shalihmu yang memandikan ayah kali terakhir, membopong ayah, memakaikan baju
kafan, mengangkat tangan takbir untuk men-shalati ayah, mencangkul tanah untuk
menutup kubur ayah. Kelak, di alam kubur, ayah senantiasa merindukan tanganmu
yang shalih engkau angkat dalam rangkaian ibadahmu untuk memohonkan ampunan
ayah atas segala dosa yang tak terkira.
Anakku, tangan ayah senantiasa terangkat untuk
dendang‘ dendang doa dalam rangkaian ibadah agar engkau menjadi pribadi yang
shalih. Tangan ayah senantiasa tersedia untukmu anakku....Ya Allah, jadikan
tangan-tangan kami saling menolong dalam kebaikan untuk memadamkan api neraka
yang menyala-nyala sehingga terbuka pintu-pintu sorga yang Engkau janjikan.
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan LURUS kepada
agama Allah." (Q5 Ar Rum [30]:30)
Dari Buku: Harmoni Cinta, Ayah Penyejuk Jiwa oleh Suhadi Fadjaray
0 Response to "Jejak Rasa Ayah"
Post a Comment