Si Singamangaradja XII, Perjuangan Islam di Tanah Batak Melawan Imperalis Barat

Perang Batak dipimpin oleh Si Singamangaradja Xll pada 1289 - 1325 H/1872 - 1907 M. Dalam Sejarah Indonesia ditulis Si Singamangaradja XII sebagai penganut agama Perpegu. Dalam realitas sejarahnya, Si Singamangaradja Xll seorang Muslim yang sangat taat kepada ajaran Rasulullah saw.

Dapat dibaca pada stempelnya. Tidak hanya menyebutkan dirinya sebagai Raja di Bakara. Namun juga, menuliskan Tahun Hijrah Nabi pada 1304. Pada umumnya, dalam penulisan Tahun Hijrah, cukup dengan angka tahun diikuti tahun hijrahnya dengan disingkat dengan huruf H saja. Tanpa Nabi. Tidaklah demikian halnya dengan Si Sigamangaradja XII. Dituliskan dengan lengkap penyebutan Hijrah Nabi.

Benarkah Si Singamangaradja XII bukan seorang Muslim, bila stempel atau Cap _ . kerajaannya, menggunakan Tahun Hijrah Nabi? Dalam stempel itu terdapat tulisan huruf Batak di bagian tengah dan tulisan huruf Arab melingkar di bagian pinggirnya. Tulisan huruf Bataknya berbunyi, "Ahu sahap ni Tuwan S.M. mian Bakara (Artinya: Saya cap dari Tuan Singa Mangaraja bertahta di Bakara). Sementara huruf Arabnya menuliskan: Inilah cap Maharaja di Negeri Toba, Kampung Bakara nama kotanya Hijrah Nabi 1304.


Benderanya Merah Putih. Di dalamnya terdapat gambar Pedang Rasulullah saw yang bercabang dua. Lambang pedang demikian dikenal pula sebagai pedang Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai hadiah dari Rasulullah saw. yang kemudian diberi nama Pedang Dzulfikar. Di kanan Pedang terdapat lambang Matahari dengan delapan sinarnya. Di sebelah kiri Pedang terdapat lambang Bulan. Ukuran bendera 108 cm x 190 cm.

Bulannya merupakan bulan sabit seperti pada umumnya lambang lslam. Namun, disertakan pula garis lengkung di depannya sehingga membentuk bulan purnama. Mataharinya pun bukan seperti lambang Muhammadiyah dan Persatuan lslam, melainkan matahari dengan sinar delapan yang berarti melambangkan cahaya kejayaan ke arah delapan penjuru angin. Dapat juga diartikan sebagai lambang empat sahabat Rasulullah saw atau Khulafaur Rasyidin dan empat Mazhab Fikih.

Sekarang lambang Pedang Si Singmangaraja XII dibalikkan pbsisinya, dan dijadikan lambang lembaga pendidikan Kristen di Medan karena pada batas antara bagian pegangan dengan pedang yang terbelah dua, terdapat penghalang genggaman tangan yang melintang sehingga bentuknya mirip dengan Salib. Buku Perang Batak ditulis oleh seorang penulis beragama Kristen, memuat Stempel Si Singamangaradja XII, namun tidak menjelaskan mengapa Si Singamangaradja XII menggunakan huruf Arab Melayu dan Tahun 1304 Hijrah Nabi.


Dampak dari upaya deislamisasi dalam penulisan Sejarah Si Singamangaradja XIl, meragukan bahwa Si Singamangaradja XII memeluk agama Islam. Namun, kalau kita ikuti karya Sukatulis yang terbit 1907, menyatakan:

Volgens berichten van de bevolking moet de tegen, woordige titlaris een 5 tak jaren geleden tot den Islam zijn bekeerd, doch hij werd geen fanatiek Islamiet en oefende geen druk op zijn ongeving uit om zich te bekeeren (Menurut kabar dari penduduk, raja yang sekarang (maksud Titularis adalah Si Singamangaradja XII), sejak lima tahun yang lalu telah memeluk agama Islam yang fanatik. Namun dia
(Raja Si Singamangaradja Xll) tidak memaksa supaya orang-orang di sekitarnya menukar agamanya, menjadi lslam.


Perang Batak, pada 1289 -1325 H/1872 -1907 M berlangsung bersamaan dengan Perang Atjeh, pada 1290 1332 H/1873 -1914 M. Kedua Perang ini tidak dapat dilepaskan hubungan dengan provokasi imperialis Keradjaan Belanda. Provokasi ini sangat di pengaruhi oleh perolehan keuntungan Tanam Paksa yang sangat besar. Melalui kedekatan kedua wilayah tersebut, tidak mungkin salah satu diantara keduanya, dalam tinjauan teori pelumpuhan sumber kekuatan lawan tanpa diserangnya.

Ambisi penyerangan imperialis Keradjaan Belanda didorong pula oleh situasi semakin menguatnya kedudukan kerajaan-kerajaan imperialis di Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Kondisi lain yang mendorong dipercepatnya penguasaan Pulau Sumatra, akibat dari semakin lemahnya kekuasaan Kesultanan Turki di Mesir dan Afrika Utara. Kontak niaganya dengan Nusantara Indonesia dan
India diputuskan oleh imperialis Belanda dan Inggris. Selain itu, ancaman imperialis Amerika Serikat mulai merambah wilayah Fasifik dan Asia Tenggara.

Perang dimulai dengan serbuan Zending, terutama yang dipimpin oleh Rijnsche Zending, berhasil memasuki wilayah subur Danau Toba. Wilayah ini sebagai salah satu sumber potensi dari Si Singamangaradja Xll. Invasi menjadi Si Singamangaradja XII mengadakan kontak dengan Aceh dan Sumatra Barat. Dalam melancarkan perlawaan bersenjata, Si Singamangaradja Xll didampingi oleh dua panglima yaitu Panglima Nali dari Sumatra Barat dan Panglima Teoekoe Mohammad dari Aceh. Mungkinkah Si Singamangaradja XII mau menerima tawaran untuk menyerah dalam perundingan, bila ayahnya, Si Singamangaradja Xl, dibunuh oleh Belanda.

Perang terjadi selama 35 tahun, pada 1289 -1325 H/1872 1907 M. Selama itu, Si Singamangaradja Xll mempertahankan negerinya dari penjajahan Keradjaan Protestan Belanda. Tiga puluh lima tahun bukanlah waktu yang pendek. Invasi serdadu Belanda, sebenarnya tidak cukup untuk menguasai wilayah Sumatra Utara seluas 3.69 persen dari luas wilayah Nusantara atau 71.680 km2. Tambahan lagi, bersamaan waktunya dengan Perang Atjeh yang terjadi di wilayah 55.390 km2 atau 2,8% luas Indonesia.

Hanya dengan melancarkan ruthless operation (tanpa belas kasih) yang dipimpin oleh perwiranya yang callousness (tanpa berperasaan), serta bantuan misionaris Nommensen dan Simoniet, memungkinkan perlawanan Si Singamangaradja Xll
dapat diperlemah. Apalagi, setelah Tjoet Nja Dhien tertangkap, pada 1322 H/1904 M dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, menyusul Si Singamangaradja XII dan putrinya, gugur sebagai syuhada, pada 1325 H Nabi/1907 M.

Keradjaan Belanda sangat berhutang budi kepada Nommensen dan Simoniet, besar jasanya membantu tegaknya imperialis Belanda di Sumatra Utara. Dan melumpuhkan perlawanan pejuang Islam, Si Singamangaradja XII dan Putrinya, bersama para syuhada lainnya. Oleh karena itu, pada 1911 M Keradjaan Belanda menganugerahkan kepada“ pembantu setia penjajah, Nommensen, dan Simoniet berupa Bintang Officier van Oranye Nassau.
Keradjaan Belanda, berusaha keras meniadikan Sumatra Utara sebagai mata bali (wig politiek) untuk mematahkan kekuatan Islam antara Sumatra Barat dan Aceh. Apa yang diperoleh dari pelaksanaan Politik Kristenisasi bagi pemerintah kolonial Belanda.
Hasil Politik Kristenisasi diungkapkan oleh J.P.G. Westhotf.
"Menurut pendapat kami untuk memiliki iaiahan-iaiahan kita, sebagian besar ditentukan oleh keberhasilan pengkristenan rakyat yang sebagian besar belum beragama atau yang telah beragama Islam.”

Selain itu, dari hasil studi Jongeling, Maatregelen met betrekking tot de Mohammadaansche Propaganda in de Bataklanden (Tindakan-tindakan yang berkenaan dengan propaganda dengan agama Islam di daerah Batak, dijadikan dokumen pemerintah kolonial Belanda dalam memerangi Islam di wilayah Batak).
Dengan kerjasama dengan Rheinische Missions Gesellschaft maka dilancarkanlah gerakan Kristenisasi.

Dari data sejarah ini, Si Singamangaradja XII bukan arsitek terjadinya Perang Batak, pada 1289 1325 H/1872 1907 M. Pemerintah kolonial Belanda, tidak mau membiarkan pendeta-pendeta dari Amerika, Munson dan Lyman di Sinaksak, melakukan gerakan Kristenisasi, pada 1842 M, di Sumatra Utara. Kedua pendeta ini, terbuhuh. Lalu, siapa yang melakukan pembunuhan?

Tidakkah Perang Padri, 1821 -1837 M sebagai upaya tersembunyi penjajah Belanda mengusir Amerika Serikat yang mengadakan kontak niaga dengan kaum Padri di Sumatra Barat. Dengan alasan melindungi gerakan Kristenisasi maka dilancarkan invasi pemerintah kolonial Belanda ke Sumatra Utara. Sekaligus bertujuan meniadakan pengaruh Amerika Serikat dari Sumatra Utara dan Aceh.

Si Singamangaradja XII memang tidak berdaya bila ditinjau dari jumlah senjata yang dimilikinya. Apalagi tidak memiliki armada perang dan juga tidak memiliki organisasi persenjataan dalam menghadapi kerjasama serangan dari imperialis

Keradjaan Belanda yang dibantu oleh Keradjaan Anglikan Inggris Namun perjuangannya melawan upaya imperialis, di dunia saja dapat dipastikan memperoleh bintang kehormatan penegak perikemanusiaan dan perikeadilan dari segenap pencinta kemerdekaan dan kedamaian. Jauh lebih terhormat dan mulia dari Bintang Officier van Oranje Nassau dari penjajah. Apalagi, di Yaumil Akhir nanti, insya Allah tergolong sebagai syuhada.

Senjata imperialis dan para pembantunya hanya mampu merubuhkan jasmani Si Singamangaradja Xll bersama putrinya. Tidak demikian halnya dengan nilai-nilai juang kemerdekaan dan keadilan serta ajaran Islam yang ditegakkannya. Tidak akan terpadamkan oleh kekuatan fisik dan kezaliman penjajah. Ternyata 35 kemudian, pada l325 l36l H/ 1907-1942 M, Keradjaan Belanda
dan pemerintah kolonial Belanda, tamat sejarahnya dalam Kapitulasi Kalijati Subang, Jawa Barat, pada 20 Satar 1361 atau 8 Maret 1942 Masehi.

Sepintas kemenangan imperialis Protestan Belanda ini, terkait erat hubungannya dengan perubahan peta politik di Eropa dan di Timur Tengah. Kekuatan umat Islam di Timur Tengah dikoyak-koyak oleh imperialis Barat dan kaum sekuleris.

Sumber: Api Sejarah oleh Ahmad Mansur Suryanegara

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Si Singamangaradja XII, Perjuangan Islam di Tanah Batak Melawan Imperalis Barat"

  1. Agama Singamangaraja memang penuh perdebatan sampai kini. Yang jelas, perangnya tidak didasarkan pada satu agama apapun atau bukan perang agama, seperti dikesankan oleh judul tulisan ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by a blog administrator.

      Delete