Ayah, Mari Pulang untuk Merayakan Cinta!

ANAKKU… kalau ayah marah, bisa jadi itu karena kekurangsabaran ayah. Kalau tak bisa memenuhi aneka keperluanmu, bisa jadi itu karena kekurangdermawanan ayah. Kalau ayah tak bisa hadir dalam acara istimewamu, bisa jadi itu karena kekurangpedulian ayah. Kalau ayah kurang patut diteladani, bisa jadi itu karena kekurangshalihan ayah. Jangan engkau terima ayah apa adanya. Bukakan Saja doa dan harapan di hatimu agar pada sisa waktu yang diberikan Allah, ayah akan bertumbuh kembang
menjadi pribadi yang lebih berarti, lebih ahsan. Sebab, Profesi yang begitu ayah banggakan adalah menjadi ayah. Perjuangannya luar biasa, pertangungjawabannya puuuaanjaaang: dunia-akhirat.

Ya, salah satu episode hidup yang begitu membanggakan adalah menjalani profesi mulia sebagai seorang ayah. Tidak semua pria dalam hidupnya bisa dipanggil ayah, dan tidak semua pria yang dipanggil ayah itu dicintai anak-anaknya. Ada banyak contoh konflik yang meruncing antara ayah dan anak yang menyusahkan hidup keduanya.

Ya, menjadi ayah bukanlah hal biasa, melainkan peristiwa luar biasa. Begitu menjadi ayah, sontak seluruh kehidupan kita makin berwarna: ada saat-saat bahagia, ada pula saat-saat dijeram rasa. Begitu kompleks. Ada peran sebagai suami, pencari nafkah, pengayom keluarga, dan pendamping tumbuh kembang anak-anak tercinta. Sayangnya, peran sebagai pendamping tumbuh kembang anak itu seringkali kurang optimal karena berbagai hal. Peran ini juga tak bisa diserahkan begitu saja pada istri meskipun istri kita termasuk ”serba bisa” karena secara kodrati kondisi kejiwaan istri berbeda dengan suami. Bagaimanapun, tetap saja, anak-anak membutuhkan kehadiran ayah, kehangatan peran ayah.

Ya, efek lapar cinta ayah bisa jadi sama dahsyatnya dengan efek busung lapar, bahkan bisa lebih parah. Jika busung lapar mengganggu pertumbuhan fisik, lapar peran ayah bisa menggoyahkan pertumbuhan jiwa. Kelaparan ini (masked deprivation) cenderung melahirkan anak-anak yang Ielah jiwa: cemas, gelisah, rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian (meski di tengah kerumunan orang banyak), agresivitas, negativisme (kecenderungan melawan orangtua), serta berbagai bentuk kelemahan mental lainnya.

Ya, anak-anak tidak lain adalah ujian bagi ayah sebagaimana Al-Qur'an mengabarkan:


”Sesungguhnya harta-harta kamu, dan anak-anak kamu adalah UJIAN (bagimu); di sisi Allah ada ganjaran (pahala) yang besar” (QS At Taghaabun [64]:15).

Duhai ayah-bunda, sudahkah engkah belajar dengan baik “ilmu pengasuhan anak" agar engkau lulus ujian itu? Ujian sebagai ayah memang bukan soal pilihan ganda sebagaimana kita sekolah, melainkan sederet persoalan yang membutuhkan sentuhan ketegasan dan kasih sayang ayah. Mari mengerjakan ujian-ujian itu ayah. Jangan mangkir pada ujian itu dengan alasan kesibukan yang padat. Kalau ayah terlalu sibuk sehingga teramat jarang hadir secara fisik di rumah atau engkau pulang ke rumah membawa segala kepenatan, stress, setumpuk tugas dan kesibukan lain-lain, engkau melewatkan masa-masa emas tumbuh kembang anak yang tak pernah bisa terulang. Ayah, mari mengerjakan ujian itu dengan berperan sebagai penenang, pemandu, dan pengarah arah hidup anak-anak.

Jika anak-anak kita tumbuh dengan baik dan menyenangkan hati ayah, maka itu adalah sebuah ujian tentang bagaimana ayah harus BERSYUKUR. Jika anak-anak kita tumbuh dengan beberapa kekurangan dan menyusahkan ayah, maka itu adalah ujian tentang bagaimana ayah harus BERSABAR.

Ayah, bukankah kelak ayah yang akan ditanya tentang istri dan anak-anak kita? Mari ayah, mari kembali pulang ke rumah dengan segenap cinta. Sebab, dengan cinta segalanya akan menjadi indah. Meski begitu, cinta ayah tetap tidak boleh buta, harus waspada, sebagaimana nilai mulia cinta keluarga yang bisa kita petik dari momentum Idul Adha. Begitulah nyatanya, Idul adha adalah perayaan kemuliaan cinta keluarga. Menyembelih Ismail adalah menyembelih cinta agar tak akan pernah ada cinta yang lebih utama selain cinta pada Allah & Rasulnya. Dan, ”Ismail" bagi

kita itu bisa berarti keluarga, harta, tahta yang begitu memikat mata. Sungguh cinta pada ismail tak boleh buta. Cinta harus waspada, bara apinya harus tertata dan terjaga, agar berujung bahagia sepenuh berkah.

Semangat merayakan cinta, semangat menikmati peran keayahan. Semoga engkau para ayah, juga saya pribadi, senantiasa bersyukur atas segala karunia Allah, segala proses kebaikan tumbuh kembang anak-anak kita. Semoga pula kita senantiasa bersabar manakala ada yang ”kurang"

dalam keluarga kita. Sebab, pilihan yang tersedia buat para ayah memang hanya ada dua: bersyukur atau bersabar. Itu saja!

Ayah mari kita berdoa:
Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, aku tahu, betapa kaya raya dadaku memproduksi rasa cinta untuk anak-anakku, juga pada wanita, yang dari rahimnya terlahir anak-anakku. Tetapi, tetap aku meminta penuh harap agar Engkau menjaga kadar cintaku pada mereka terus menerus di bawah kadar cintaku pada-Mu dan pada nabi-Mu. Ya, takaran seperti itu yang kupinta agar kami semua selamat dunia akhirat, Amin.

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan LURUS kepada agama Allah."
(QS Ar Rum [30]:30)

Sumber: Buku Harmoni Cinta Ayah Penyejuk Jiwa oleh Suhadi Fadjaray
Image: bernardinai.lt

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ayah, Mari Pulang untuk Merayakan Cinta!"

Post a Comment